Laman

Rabu, 13 Agustus 2014

perkembangan IT



Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk arti yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication + informatics (telekomunikasi + informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yang sulit dideskripsikan sangat menarik minat praktisi pembelajaran.
Tambahan lagi, kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan tempat juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-library, dan sebagainya. Awalan e bermakna electronics yang secara implisit dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.
Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya feedback yang seketika. Siaran bersifat searah yaitu dari narasumber atau fasilitator kepada pembelajar.
Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan gambar bergerak) memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih jika materi tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video conference yang dijalankan dengan menggunakan teknologi Internet memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer.

tentang jurusan

Jurusan Teknik Mesin merupakan program studi di bawah Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang berdiri tahun 1978, yang sebelumnya menyelenggarakan Program Sarjana Muda. Pada tahun 1981 memperoleh Status Terdaftar melalui SK No 094/0/1981. Penyelenggaraan Program Strata Satu dilakukan pada tahun 1985 dengan Status Terdaftar melalui SK No. 070/0/1985 dan Status Disamakan diperoleh pada tahun 1991. Status Akreditasi B diperoleh pada tahun 1998 bersadarkan SK No. 001/BAN-PT/AK/III/1998 diperbaharui berdasarkan SK. No. 05916/AK-VII-S1-029/UMMTRS/IX/2003, tertanggal 12 September 2003 dan terbaru SK Nomor : 022/BAN-PT/Ak-XI/S1/IX/2008 tertanggal 12 September 2008. Beberapa fasilitas yang dimiliki untuk proses pembelajaran antara lain Gedung perkuliahan yang megah, sarana laboratorium yang lengkap, memiliki 17 Dosen tetap, 7 Dosen paruh waktu  dengan kualifikasi S2 dan  S3. Dalam proses pelayanan administrasi memiliki 5 staf dibantu dengan staf kontrak dan mahasiswa part



Jurusan Teknik Mesin UMM berdiri tahun 1978 yang pada awalnya menyelenggarakan  Program Sarjana Muda. Pada tahun 1981 memperoleh Status Terdaftar melalui SK No  094/0/1981. Penyelenggaraan Program Sarjana Strata 1 dilakukan pada tahun 1985 dengan Status Terdaftar melalui SK No. 070/0/1985 tertanggal 18 Pebruari 1985 dan Status Disamakan diperoleh pada Tahun 1991. Status Akreditasi B diperoleh pada Tahun 1998 berdasarkan SK. No. 001/BAN-PT/AK/III/1998 dan kemudian diperbaharui berdasarkan SK. No. 05916/Ak-VII-S1-029/UMMTRS/IX/2003, tertanggal 12 September 2003, dan Akreditasi B dipertahankan dengan dikeluarkannya SK Nomor: 022/BAN-PT/Ak-XI/S1/IX/2008 tertanggal 12 September 2008  Secara struktural Jurusan Teknik Mesin ini dibawah Fakultas Teknik bersama jurusan Teknik Sipil, Teknik Elektro Program studi Teknik Elektro Strata 1 dan Diploma III Elektronika, Teknik Industri dan Teknik Informatika.

Visi jurusan adalah : menjadikan Jurusan Teknik Mesin sebagai pusat pelayanan pendidikan, pelatihan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi permesinan serta dapat melayani kebutuhan masyarakat sesuai nilai-nilai Islam.


Misi

1. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan (pengajaran) yang bermutu
2. Menyelenggarakan Pengabdian pada Masyarakat guna Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat
3. Menyelenggarakan Penelitian yang dapat Memberikan Sumbangan Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4. Menyelenggarakan Kerjasama dengaqn Pihak Lain untuk Keberlangsungan dan Eksitensi Teknik Mesin atau Lembaga ke Depan
Dengan demikian segala sesuatu perkembangan dan kesempatan yang dimiliki harus dicoba untuk digapai demi memajukan institusi agar dapat selalu diterima masyarakat

Selasa, 12 Agustus 2014

biodata




             




 Namaku Pracihata sakti lahir di blitar 02 april 1995, saya anak kedua dari dua bersaudara kakak bernama Adistya vio yang sekarang sedang menempuh S1 perbankan islam di UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ayah saya bernama Drajat soehariyanto dan ibu saya bernama Nurlina saya pernah sekolah di SDN KALIPANG 1 selama 6 tahun, di SMPN 1 SUTOJAYAN saya menempuh selama 3 tahun yang berada di tempat asal saya, sedangkan smk saya menempuh ilmu di SMK MUHAMMADIYAH 1 KEPANJEN MALANG selama tiga tahun dan sekarang saya sedang belajar di UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG berada di fakultas teknik jurusan teknik mesin.

kotaku


       SEJARAH BERDIRINYA BLITAR BUMI BUNG KARNO
sebagai putra asli blitar maka tidak salah apabila saya menyajikan informasi sejarah berdirinya BLITAR. setelah searching di mbah google maka saya menemukan berbagai macam link yang menuju website tersebut. salah satu hasilnya adalah artikel berikut ini.simak aja deh. A. Letak Geografis Image Kondisi Alam yang Subur Blitar, baik kota maupun kabupaten, terletak di kaki Gunung Kelud, Jawa Timur. Daerah Blitar selalu terkena lahar Gunung Kelud yang sudah meletus puluhan kali terhitung sejak tahun 1331. Lapisan-lapisan tanah vulkanik yang banyak ditemukan di Blitar pada hakikatnya merupakan hasil pembekuan lahar Gunung Kelud yang telah meletus secara berkala sejak bertahun-tahun yang lalu. Keadaan tanah di daerah Blitar yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir, dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). Tanah tersebut pada umumnya berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur, dan peka terhadap erosi. Tanah semacam itu disebut regosol yang dapat dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu, tembakau, dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan yang kini mendominasi pemandangan alam di daerah Kabupaten Blitar, ditanam pula tanaman tembakau di daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini sekitar abad ke-17. Bahkan, kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau. Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian selatan Kabupaten Blitar (sering disebut Blitar Selatan) kebanyakan tanahnya berjenis grumusol. Tanah semacam ini hanya produktif bila dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon, jagung, dan jati. Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Timur setelah Bengawan Solo (sebagian mengalir di wilayah Jawa Tengah). Sungai ini memegang peranan penting dalam sejarah politik maupun sosial Provinsi Jawa Timur. Sungai yang berhulu di Gunung Arjuno ini turut membawa unsur-unsur utama dari dataran tinggi aluvial di Malang yang bersifat masam sehingga menghasilkan unsur garam yang berguna bagi kesuburan tanah. Jalur Strategis Tiga daerah subur, yaitu Malang, Kediri, dan Mojokerto, seakan-akan "diciptakan" oleh Sungai Brantas sebagai pusat kedudukan suatu pemerintahan, sesuai dengan teori natural seats of power yang dicetuskan oleh pakar geopolitik, Sir Halford Mackinder, pada tahun 1919. Teori tersebut memang benar adanya karena kerajaan-kerajaan besar yang didirikan di Jawa Timur, seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari, dan Kerajaan Majapahit, semuanya beribukota di dekat daerah aliran Sungai Brantas. Jika saat ini Kediri dan Malang dapat dicapai melalui tiga jalan utama, yaitu melalui Mojosari, Ngantang, atau Blitar, maka tidak demikian dengan masa lalu. Dulu orang hanya mau memakai jalur melalui Mojosari atau Blitar jika ingin bepergian ke Kediri atau Malang. Hal ini disebabkan karena saat itu, jalur yang melewati Ngantang masih terlalu berbahaya untuk ditempuh, seperti yang pernah dikemukakan oleh J.K.J de Jonge dan M.L. van de Venter pada tahun 1909. Jalur utara yang melintasi Mojosari sebenarnya saat itu juga masih sulit dilintasi mengingat banyaknya daerah rawa di sekitar muara Sungai Porong. Di lokasi itu pula, Laskar Jayakatwang yang telah susah payah mengejar Raden Wijaya pada tahun 1292 gagal menangkapnya karena medan yang terlalu sulit. Oleh karena itulah, jalur yang melintasi Blitar lebih disukai orang karena lebih mudah dan aman untuk ditempuh, didukung oleh keadaan alamnya yang cukup landai. Pada zaman dulu (namun masih bertahan hingga sekarang), daerah Blitar merupakan daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) yang paling cepat dan mudah. Di sinilah peranan penting yang dimiliki Blitar, yaitu daerah yang menguasai jalur transportasi antara dua daerah yang saling bersaing (Panjalu dan Jenggala serta Dhoho dan Singosari). Meski di Blitar sendiri sebenarnya tidak pernah berdiri sebuah pemerintahan kerajaan. Akan tetapi, keberadaan belasan prasasti dan candi menunjukkan Blitar memiliki posisi geopolitik yang penting. Kendati kerajaan di sekitar Blitar lahir dan runtuh silih berganti, Blitar selalu menjadi kawasan penting. Tidak mengherankan jika di Blitar terdapat setidaknya 12 buah candi. Keberadaan Gunung Kelud yang sejak zaman purba rutin memuntahkan abu vulkanik dan aliran Sungai Brantas yang melintasi Blitar dari timur ke Barat seperti menjadi berkah alam yang membuat Blitar sudah amat lama memiliki masyarakat dengan kebudayaan dan peradaban yang cukup tinggi. Salah satu bukti menunjukkan Blitar sudah muncul sejak abad 10. Bukti itu berbentuk prasasti yang terpahat di belakang arca Ganesha. Prasasti itu menyebutkan bahwa Kepala Desa Kinwu telah diberi anugerah oleh Raja Balitung, yang bergelar Sri Iswara Kesawasamarot tungga, beserta mahamantrinya yang bernama Daksa, sebidang tanah sawah. Prasasti itu kira-kira dibuat pada tahun 829 Saka atau 907 Masehi. B. Asal Nama Blitar Salah satu sumber sejarah yang paling penting adalah prasasti karena merupakan dokumen tertulis yang asli dan terjamin kebenarannya. Prasasti dapat diartikan sebagai tulisan dalam bentuk puisi yang berupa pujian Kitab Negarakertagama Pendapat yang mengatakan bahwa Blitar merupakan daerah perbatasan antara Dhoho dengan Tumapel dapat disimpulkan dari salah satu cerita dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca. Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa Raja Airlangga meminta Empu Bharada untuk membagi Kerajaan Kediri menjadi dua, yaitu Panjalu dan Jenggala. Empu Bharada menyanggupinya dan melaksanakan titah tersebut dengan cara menuangkan air kendi dari ketinggian Air tersebut konon berubah menjadi sungai yang memisahkan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala. Letak dan nama sungai ini belum diketahui dengan pasti sampai sekarang, tetapi beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa sungai tersebut adalah Sungai Lekso (masyarakat sekitar menyebutnya Kali Lekso). Pendapat tersebut didasarkan atas dasar etimologis mengenai nama sungai yang disebutkan dalam Kitab Pararaton. Kitab Pararaton Diceritakan dalam Kitab Pararaton bahwa bala tentara Daha yang dipimpin oleh Raja Jayakatwang berniat menyerang pasukan Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Raja Kertanegara melalui jalur utara (Mojosari). Adapun yang bergerak melalui jalur selatan disebutkan dalam Kitab Pararaton dengan kalimat saking pinggir Aksa anuju in Lawor... anjugjugring Singosari pisan yang berarti dari tepi Aksa menuju Lawor… langsung menuju Singosari. Nama atau kata Aksa yang muncul dalam kalimat tersebut diperkirakan merupakan kependekan dari Kali Aksa yang akhirnya sedikit berubah nama menjadi Kali Lekso. Pendapat ini diperkuat lagi dengan peta buatan abad ke-17 (digambar ulang oleh De Jonge) yang mengatakan bahwa ...di sebelah timur sungai ini (Sungai Lekso) adalah wilayah Malang dan di sebelah baratnya adalah wilayah Blitar. Candi Oleh karena letaknya yang strategis, Blitar penting artinya bagi kegiatan keagamaan, terutama Hindu, di masa lalu. Lebih dari 12 candi tersebar di seantero Blitar. Adapun candi yang paling terkenal di daerah ini adalah Candi Penataran yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok. Menurut riwayatnya, Candi Penataran dahulu merupakan candi negara atau candi utama kerajaan. Pembangunan Candi Penataran dimulai ketika Raja Kertajaya mempersembahkan sima untuk memuja sira paduka bhatara palah yang berangka tahun Saka 1119 (1197 Masehi). Nama Penataran ini kemungkinan besar bukan nama candinya, melainkan nama statusnya sebagai candi utama kerajaan. Candi-candi pusat semacam ini di Bali juga disebut dengan penataran, misalnya Pura Panataransasih. Menurut seorang ahli, kata natar berarti pusat, sehingga Candi Penataran di sini dapat diartikan sebagai candi pusat. C. Hari Jadi Enam abad yang lalu, tepatnya pada bulan Waisaka tahun Saka 1283 atau 1361 Masehi, Raja Majapahit yang bernama Hayam Wuruk beserta para pengiringnya menyempatkan diri singgah di Blitar untuk mengadakan upacara pemujaan di Candi Penataran. Rombongan itu tidak hanya singgah di Candi Penataran, tetapi juga ke tempat-tempat lain yang dianggap suci, yaitu Sawentar (Lwangwentar) di Kanigoro, Jimbe, Lodoyo, Simping (Sumberjati) di Kademangan, dan Mleri (Weleri) di Srengat. Hayam Wuruk tidak hanya sekali singgah di Blitar. Pada tahun 1357 Masehi (1279 Saka) Hayam Wuruk berkunjung kembali ke Blitar untuk meninjau daerah pantai selatan dan menginap selama beberapa hari di Lodoyo. Hal itu mencerminkan betapa pentingnya daerah Blitar kala itu, sehingga Hayam Wuruk pun tidak segan untuk melakukan dua kali kunjungan istimewa dengan tujuan yang berbeda ke daerah ini. Pada tahun 1316 dan 1317 Kerajaan Majapahit carut marut karena terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Kuti dan Sengkuni. Kondisi itu memaksa Raja Jayanegara untuk menyelamatkan diri ke desa Bedander dengan pengawalan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah Mada. Berkat siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil kembali naik tahta dengan selamat. Adapun Kuti dan Sengkuni berhasil diringkus dan kemudian dihukum mati. Oleh karena sambutan hangat dan perlindungan ketat yang diberikan penduduk Desa Bedander, maka Jayanegara pun memberikan hadiah berupa prasasti kepada para penduduk desa tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa pemberian prasasti ini merupakan peristiwa penting karena menjadikan Blitar sebagai daerah swatantra di bawah naungan Kerajaan Majapahit. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324 Masehi, sesuai dengan tanggal yang tercantum pada prasasti. Tanggal itulah yang akhirnya diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Blitar setiap tahunnya. Pada masa kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, wilayah Blitar relatif tidak banyak disentuh. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (dimulai dari Demak hingga era Kasunanan Surakarta atau Kesultanan Yogyakarta) kebanyakan memang berada di wilayah Jawa Tengah. Setelah pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai membangun kota-kota menyusul doktrin Pax Neerlandica yang dilansir van Heutzs, Blitar juga ikut dikembangkan sebagai kota modern yang memungkinkan untuk dihuni oleh orang-orang Eropa. Pada 1 April 1906, pemerintah melansir beleid yang menetapkan Blitar sebagai gemeente (kotamadya). Pada 1928, status Blitar bahkan ditingkatkan sebagai Kota Karesidenan Blitar berdasar StaatbladNomor 497. Semasa pendudukan Jepang, status Blitar kembali berubah. Istilah "Gemeente Blitar" akhirnya diganti menjadi "Blitar Shi". Sehingga pada Tanggal 1 April itulah yang akhirnya diperingati sebagai hari jadi Kota Blitar setiap tahunnya D. Lambang Pemerintahan Selama pemerntahan kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an menggunakan lambang yang agak berbeda dari biasanya. Awalmulanya diadopsi dari lambang candi Penataran, yaitu sebuah komplek candi yang telah terkubur berkali-kali oleh material letusan gunung kelud yang jaraknya begitu dekat. Lambang tersebut dipilih juga sebagai symbol dari kebangkitan kota Blitar. dewan juga mengabungkannya dengan sebuah dinding bermahkota dan dua singa sebagai penyokong dengan moto “Labor Improbus Omnia Vincit” (berjuang memenangkan semuanya) Image Literatur: Rühl, 1933; Koffie Hag albums, 1920 Sekitar kurang lebih tahun 1934, Angkatan bersenjata Kerajaan Belanda tidak setuju dengan desain tersebut dan akhirnya lambang yang disetujui adalah seperti gambar dibawah ini. Sekarang candi dan gunung dipisahkan dan dinding bermahkota tsb digantikan dengan mahkota seperti yang ada di seluruh kota-kota jajahan Belanda bagian asia pada waktu itu.

SUMBER